Jumat, 14 November 2014

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Mungkin nama koperasi sudah sangat familiar lagi di telinga kita, dan mungkin banyak orang-orang di sekitar kita yang hanya mengetahui apa itu koperasi tetapi jarang dari mereka yang mengetahui bagaimana sejarah koperasi dan perkembangannya di Indonesia. Maka dari itu disini saya ingin share sedikit pengetahuan saya tentang koperasi. Eitss tapi sebelum saya mengulas lebih dalam lagi, lebih baik kita ketahui apa itu koperasi.
Pengertian Koperasi yang lebih lengkap menurut undang-undang  koperasi yang baru No.25 tahun 1992 yaitu “ Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum,koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Nah kita sudah mengetahui apa itu koperasi, Yuks liat pembahasan saya tentang sejarah perkembangan koperasi di Indonesia. Check It Out!

Sejarah perkembangan koperasi di Indonesia di bagi ke dalam 3 tahapan ,yaitu:

*            Perkembangan Koperasi Sebelum Medeka.

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja, seorang patih dari Purwokerto (1896), ia mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas masjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas masjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R. Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen wilayah Purwokerto di Banyumas.
Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja WolksBank yang disebut Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman, kemudian bertekad membangun koperasi yang sama di Indonesia seusai ia cuti. Dan pada tahun yang sama didirikanlah “Hulp Sparbank” oleh R. Aria Admaja dan De Wolf Van Westerrode. Hulp Sparbank memiliki arti yaitu pertolongan dan tabungan,yang pada awalnya ditujukan untuk menolong golongan priyayi atau para pegawai yang ada pada waktu tertindas oleh kaum rentenir.
Selanjutnya Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908 dan menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took-toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya dan dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghambat perkembangan koperasi. Maka dari itu pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal, dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50. 
Pada akhir tahun 1918, K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana brangkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” .
Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja No. 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi di kalangan masyarakat. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” oleh dokter Soetomo yang juga sebagai pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi.
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi (sekarang Jakarta). Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
ü  Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan;
ü  Dalam rangka peraturan koperasi No. 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;
ü  Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan;
ü  Penerangan tentang organisasi perusahaan;
ü  Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia( Raka.1981,h.42) DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920 ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit No.21 yang termuat di dalam Staatsblad No. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit No. 431 pada tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jika kalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi (77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam (Djojohadikoesoemo,1940 h.82) sedangkan selebihnya adalah koperasi jenis konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia menetapkan bahwa semua badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-Undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan.
Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jika masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut:
ü  Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturan-aturannya;
ü  Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan diadakan;
ü  Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya;
ü  Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja sebelum mendapat izin baru dari ”Scuchokan”. Undang-undang ini pada hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian (Team UGM 1984, h. 139 – 140). Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi).
Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang - barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.

*            Perkembangan Koperasi Sesudah Kemerdekaan.

Keinginan dan semangat rakyat Indonesia untuk berkoperasi menjadi hancur akibat politik pada masa Kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh sistem “Kumini” pada zaman penjajahan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka kembali menghangat. Dengan adanya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada pasal 33 yang menetapkan Koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi di Indonesia benar-benar menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu Moh.Hatta selaku wakil presiden Republik Indonesia lebih intensif mempertebal kesadaran untuk berkoperasi bagi bangsa Indonesia, serta memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada gerakan koperasi agar meningkatkan cara usaha dan cara kerja. Dan atas jasa-jasa beliaulah maka Moh.Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Beberapa kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia :
ü  Pada tanggal 12 Juli 1947, dibentuk SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) dalam Kongres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya, sekaligus ditetapkannya sebagai Hari Koperasi Indonesia.
ü  Pada tahun 1960 dengan Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan penggerak yang menyalurkan bahan pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3, pendidikan koperasi di Indonesia ditingkatkan baik secara resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara informal melalui siaran media masa,dll yang dapat memberikan informasi serta menumbuhkan semangat berkoperasi bagi rakyat.
ü  Lalu pada tahun 1961, dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).
ü  Pada tanggal 2-10 Agustus 1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi) MUNASKOP II yang mengesahkan Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di Jakarta.

*       Perkembangan Koperasi di Indonesia pada zaman Orde Baru Hingga Sekarang.

            Tampilan orde baru dalam memimpin negeri ini membuka peluang dan cakrawala baru bagi pertumbuhan dan perkembangan perkoperasian di Indonesia, dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Ketetapan MPRS no.XXIII membebaskan gerakan koperasi dalam berkiprah di Indonesia.
Berikut beberapa kejadian perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman Orde Baru hingga sekarang :
ü  Pada tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mensahkan Undang-Undang koperasi no.12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-Undang No.14 tahun 1965.
ü  Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
ü  Lalu pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
ü  Dan pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
ü  Masuk tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung jalan di tempat.

Sekian ulasan saya tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Jika terdapat kesalahan kata atau kalimat mohon dimaklumi karna saya masih belajar dan akan selalu berusaha menjadi lebih baik dalam menulis suatu artikel di blog saya. Terimakasih sudah menyempatkan membaca blog saya. Sampai ketemu di ulasan berikutnyaJJJ.